Thursday, October 24, 2019

(Impresi Day 1) Kelas Filsafat Dasar LSFD 2019: Pengenalan LSFD dan Pengantar Berfilsafat

(Disclaimer: artikel ini bakal panjang karena saya benar-benar merangkum impresi saya selama kelas berlangsung. So sit back, relax, and enjoy!)

Hi Dialers!

Sudah dua tahun sejak tulisan terakhir saya di blog ini; rasanya rindu sekali! Bukannya tanpa alasan— 2018 and 2019 were the wildest roller coaster rides— mengingat saya bergulat dengan detik-detik akhir perkuliahan disertai dengan aktivitas kerja sambilan pada waktu itu.

Setelah akhirnya wisuda bulan Juli lalu, barulah saya bisa sedikit menghela nafas lega. Kebetulan hingga bulan ini, saya belum melamar pekerjaan ke instansi mana pun๐Ÿ˜‚. Saya masih keasyikan jadi freelancer. Sebodoh amat dengan mereka yang (mungkin dalam hati) nyinyir saya belum juga kerja dengan definisi ngantor di sebuah instansi. Pasalnya, saya mau sejenak 'menikmati kebebasan' ini dulu. Caranya? Mungkin dengan menjajal kegiatan-kegiatan yang belum atau tidak sempat saya ikuti di masa-masa nyekripsi terdahulu.

Salah satunya adalah dengan mengikuti kelas filsafat dasar di sebuah komunitas bertajuk Lingkar Studi Filsafat Discourse (LSFD) Malang. 

(source)

Kelas filsafat dasar ini (sepertinya) diadakan setiap tahun. Sayangnya, di tahun 2018 kemarin saya terlambat mendaftar plus memang tidak ada waktu. Dan buat yang belum tahu, saya ini suka belajar filsafat (meski tidak semua cabang filsafat, ya). Sehingga, keberadaan komunitas ini bagaikan hembusan angin segar bagi saya yang kerap merasa 'sempit' ketika belajar filsafat sendirian. Artian 'sempit' di sini bukan mengarah pada ekstremitas saya pada sebuah ajaran tertentu, namun lebih kepada saya merasa interpretasi saya bakal 'itu-itu saja' kalau saya belajar filsafat sendirian. Mau diskusi dengan teman sekitar pun, tak semuanya sudi meluangkan waktunya bercengkrama tentang hal-hal 'transendental' semacam ini. Alhasil, mengikuti kelas filsafat dasar LSFD senantiasa jadi hal yang masuk ke bucket list saya


Oh iya, alasan lebih jauh kenapa saya berminat ikut kelas ini adalah demi proses belajar filsafat yang lebih sistematis— yakni dengan belajar filsafat dari dasar dan akar-akarnya. For your information, selama ini saya belajarnya selalu random, seperti dari baca Nietzsche lalu tiba-tiba baca Immanuel Kant. Kan pusing. Makanya, dengan ikut kelas ini saya berharap punya pegangan ilmu yang kuat dan tak ambyar ketika belajar filsafat secara mandiri di kemudian hari.

Pendaftaran Kelas Filsafat Dasar LSFD 2019

Pucuk dicinta ulam pun tiba, LSFD membuka pendaftaran kelas tersebut di awal Oktober ini. Biaya pendaftarannya Rp150.000,-. Terdengar mahal memang— tapi bagi saya, itu tidak sebanding dengan sederet 'harta karun' (e.g. ilmu yang berguna, teman-teman baru, pengalaman menarik) yang bakal saya dapatkan nantinya. Toh biaya itu juga sudah termasuk biaya konsumsi di beberapa sesi pertemuan, sertifikat, blocknote, hingga sebuah modul filsafat yang ciamik. Jauh sekali kan dari kata 'merugi'?

Online Form Kelas Filsafat Dasar LSFD 2019

Kelas filsafat dasar LSFD pun akan diselenggarakan secara nomaden di beberapa tempat super artsy seperti Dialectic Gallery dan Semeru Art Gallery. Pokoknya, setelah transfer biaya pendaftaran, langsung saja isi online form yang disediakan dan konfirmasi ke CP agar dimasukkan ke grup. Isi online form-nya adalah permintaan pengisian data diri dan minat seputar filsafat. Kalau pun kalian lagi bokek tapi ngebet ingin ikutan kelas ini, it's no problemo. Sebab biaya kelas ini bisa dibayarkan dengan cara mencicil atau bayar saat pertemuan. Kurang enak bagaimana, coba?

Impresi Pertemuan Perdana


Sorry ya nge-blur hihi

Pertemuan pertama pun dilaksanakan tanggal 18 Oktober pada pukul 7 malam di Sekber LSFD. Tema pertemuannya masih seputar Pengenalan LSFD dan Pengantar Berfilsafat. Kayak reorientasi gitu, deh. Saya tak dinyana merasa beyond excited karena bakal berjumpa dengan teman-teman baru (maklum udah enggak kuliah, jadi semacam kangen suasana ketemu teman-teman gitu huhu๐Ÿ˜”).

Dalam mindset saya waktu itu, kemungkinan besar yang ikut kelas ini tak lebih dari 10 orang jumlahnya. Dan juga, untuk para peserta mahasiswa, yang ikut mungkin hanya dari golongan jurusan kuliah tertentu seperti teologi, filsafat, sastra, politik, atau ilmu humaniora lainnya saja (prediksi sotoy efek teman main yang kurang jauh๐Ÿ˜…). Eh ternyata, sesampainya di sana, pesertanya lebih dari 30 orang, tjoy! Sudah begitu, ada juga yang datang dari prodi-prodi tidak terduga seperti Administrasi Bisnis, Ilmu Kelautan, Teknik Mesin, hingga Promosi Kesehatan! Terdapat pula peserta dari jenjang pendidikan SMA dan umum. Keren, kan?

Lucunya lagi, baru kali ini saya jadi 'kaum minoritas'. Sebab di kelas ini— seperti yang sudah bisa ditebak— pengikutnya kebanyakan adalah Kaum Adam. Sementara dulu, di prodi saya (Sastra Inggris) mayoritas isinya adalah Kaum Hawa. Saya sih tidak ada masalah yang bagaimana-bagaimana ya dengan hal ini. Cuma ya begitu, saat pertemuan perdana ini saja, saya bak kehabisan oksigen karena hampir satu ruangan pada merokok semua. Dan sebenarnya, hanya ini sih kendala yang menurut saya bisa dibilang agak mengganggu.

Aktivitas pada Kelas Perdana 

Kelas pun dimulai dengan pengenalan dan sambutan dari beberapa anggota LSFD seperti Mas Ricky dan Mas Rijal. Pada intinya, LSFD adalah sebuah komunitas belajar filsafat di Malang yang juga aktif di media sosial. Diungkapkan bahwa tidak ada yang namanya senioritas atau keterikatan di LSFD karena basisnya sendiri adalah sebuah komunitas. Siapa pun boleh ikut dan bisa belajar bersama. LSFD pun punya banyak agenda selain kelas filsafat dasar ini seperti Ruang Dialektika, acara bedah buku, podcast Youtube, diskusi dan ngaji filsafat, serta masih banyak lagi.


Nah, tak lama setelah pengenalan singkat mengenai LSFD, langsung deh para peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk main-main selama dua sesi. Sesi pertama adalah sesi Appreciation Inquiry, di mana setiap kelompok disuruh menuliskan hasil diskusi kelompok dari pertanyaan dream (apa yang ingin dicapai dalam belajar filsafat), discovery (pendapat mengenai belajar berfilsafat), design (metode belajar filsafat seperti apa yang paling disukai) dan cara pengaplikasiannya.

Waktu itu saya satu kelompok dengan dua anak Ilmu Pemerintahan UMM (Nafis dan Bisma) dan satu anak Administrasi Bisnis UB (Wildan). Apakah saya minder sebagai anak sastra sendiri? Tentu tidak, dong. Justru saya highly curious dengan pendapat-pendapat dari mereka, nih. Setelah berdiskusi dan  merangkum pendapat-pendapat kami, we eventually came up with these answers: untuk menambah wawasan baru dan menjadi manusia yang lebih bijak ke depannya berkat perspektif-perspektif luas dari filsafat. Mendengar pendapat dan cita-cita pencapaian belajar filsafat di atas, saya sampai menahan tawa mengingat diri saya yang aslinya tak semulia itu. Ya, tapi tak apalah, namanya juga pencitraan wkwk๐Ÿ˜‚.

Sedangkan untuk pertanyaan design, si Wildan mengusulkan salah satu metode belajar paling unik seantero galaksi Bima Sakti bertajuk SGD (Senam Group Discussion). Metode tersebut isinya adalah sesi diskusi buku-buku filsafat seraya mendengarkan musik lo-fi lalu dilanjutkan dengan aktivitas senam-senam santai. Semacam ngakak sih, tapi boleh juga lah ya๐Ÿ˜‚.

Setelah beberapa menit berlalu, setiap kelompok disuruh presentasi tentang hasil diskusi mereka. Asli, jawaban mereka rata-rata out of the box semua. Ada yang ikut kelas filsafat karena ingin 'tersesat' untuk mendapatkan kebenaran ๐Ÿ˜‚. Ada pula yang menyampaikan design metode belajar filsafat mereka dengan cara belajar sambil minum kopi dan mendengarkan lagu-lagu indie (wetseh ๐Ÿ˜†).


Sebagus, se-garing, se-kreatif, se-nyeleneh, dan se-tidak umum apa pun jawaban dari sebuah kelompok, kita harus menghargai pendapat mereka dengan cara bertepuk tangan. Boleh menyanggah, tapi tidak dengan menjatuhkan pendapat tersebut. Begitulah instruksi dari Mas Rio sebagai pemateri pada hari itu. Simpel sih, tapi mengena juga di hati karena dewasa ini, banyak orang yang tak mampu menyikapi perihal perbedaan pendapat dengan baik. Padahal, yang namanya perbedaan pendapat adalah hal yang tak bisa dihindari. Dengan begini, sesi ini tak hanya mengundang canda dan gelak tawa bagi semua peserta, tapi juga sebuah pelajaran tentang berapresiasi.

Lanjut ke sesi kedua, masih dalam kelompok yang sama, para peserta dibagikan sebuah kartu yang isinya bisa kosong namun bisa juga mengandung sebuah kata. Lalu, tugas kelompok adalah untuk membuat jokes berdasarkan kata yang didapat tersebut. Kalau kartunya kosong, maka bebas menggunakan kata apa pun. Sialnya, kelompok kami dapat kartu yang di dalamnya terdapat tulisan 'induktif''.

Dang! Di situ saya baru sadar kalau kata yang ditulis di beberapa kartu pasti ada hubungannya dengan filsafat. Kelompok saya sempat bingung karena ternyata kami berempat adalah anggota setia partai humor receh. Tapi tidak apa-apa, untungnya kami bisa mengeksekusi jokes kami meski ia tidak lucu-lucu amat๐Ÿ˜…. Yang terpenting, Mas Rio bilang bahwa tujuan dari sesi kedua ini ialah agar para peserta tidak tegang mempersiapkan diri belajar filsafat atau belajar berfilsafat. Proses belajar filsafat tentunya harus dimulai dengan perasaan yang fun. Dan dibuktikan dari kebahagiaan para peserta di malam itu, seharusnya tujuan tersebut bisa dinyatakan berhasil.

Kopi Selalu Tersedia 
Selesai dari situ, diumumkan bahwa esok harinya akan dilaksanakan kelas residensi selama dua hari ke depan berturut-turut. Durasinya per hari dimulai dari pukul 1 siang hingga pukul 9-10 malam. Beruntung saya memang lagi tidak ada kerjaan yang bagaimana-bagaimana; jadi ya, saya oke-oke saja dengan durasi tersebut. Tujuan kenapa durasi kelas residensi ini terbilang cukup lama adalah karena memang kelas ini berguna untuk drilling materi-materi dasar filsafat seperti metafisika, estetika, epistemologi, logika, dan etika. Selama kelas residensi juga bakal diselingi dengan kegiatan meditasi yang praktisinya didatangkan dari sebuah komunitas meditasi lintas agama. Asyique!๐Ÿ˜

Secercah Kesimpulan tentang Kelas Perdana

Kesimpulan yang bisa saya ambil dari kelas perdana ini adalah: ternyata saya tidak sendirian. Terlepas dari perbedaan minat dari para peserta dalam mempelajari filsafat, entah itu karena memang suka atau hanya iseng-iseng belaka saja, saya merasa akhirnya saya bisa berjumpa dan belajar bersama sesama orang-orang yang 'tersesat' ini. Dari pertemuan ini juga, saya mendapat disclaimer bahwa nantinya dalam proses belajar ini, saya harus sadar akan etika saling menghargai pendapat plus jangan terlalu tegang biar tidak stres๐Ÿ˜‹.

Oke, sampai di sini dulu ya impresi day 1 dari kelas filsafat dasar LSFD 2019 ini. Maaf kalau tidak banyak dokumentasi foto karena waktu itu terlalu bersemangat sampai lupa mau ambil foto haha. Untuk pengalaman dan cerita keseruan saat kelas residensi, saya akan membeberkannya di artikel selanjutnya. Alhasil, terima kasih sudah membaca ya! Semoga bermanfaat!
Share:

2 comments:

  1. Wow seru sekali kak! Aku jadi ingin ikut, tapi sayangnya saya tidak mengerti sama sekali tentang filsafat. Salam kenal kak

    ReplyDelete
  2. Hm nampaknya saya familiar dg nama Anda hm

    ReplyDelete