Thursday, October 24, 2019

(Impresi Day 2) Kelas Filsafat Dasar LSFD 2019: Kelas Residensi I - Bagian 2

(Disclaimer: artikel ini bakal panjang karena saya benar-benar merangkum impresi saya selama kelas berlangsung. So sit back, relax, and enjoy!)

---- LANDJOED ----

Jadi, sehabis kelas meditasi yang lumayan melelahkan tadi, langsung sampailah kita pada jam ishoma. Jika tadi selama kelas berlangsung, pihak LSFD memberikan camilan dan air mineral untuk peserta, maka kali ini LSFD juga menyediakan makanan berat untuk disantap. Sistemnya prasmanan, dengan lauk yang sederhana tapi asli enak banget karena efek kelaparan setelah meditasi haha. Plus, karena makannya bersama-sama, akhirnya atmosfirnya juga jadi menyenangkan😁.

Saat makan-makan ini, saya juga sempat ngobrol-ngobrol asyik dengan Mas Krisna dan Mida (termasuk mendapat info tidak-penting-tapi-penting dari Mida soal kenapa Nobita pemalas karena ternyata feng shui rumah Nobita tergolong jelek😂). Oh iya, beberapa peserta juga ada yang ijin pulang karena ada acara atau alasan tertentu. Tapi tidak banyak, kok.

Selepas mengenyangkan perut dan energi sudah kembali terisi, saatnya melanjutkan proses belajar filsafat dan berfilsafat! So, leggo!😆

Kelas Estetika



(source)

Sebelumnya, saya benar-benar tidak tahu kalau dalam filsafat itu ada filsafat estetika. Maklum, materi filsafat yang kerap saya baca rata-rata hanya seputar metafisika dan eksistensialisme saja. Filsafat yang juga dikenal sebagai filsafat keindahan ini pun ternyata tergolong pada cabang aksiologi seperti etika. Dan saya baru sadar bahwa filsafat estetika ini harusnya adalah filsafat yang paling dekat dengan saya selama setidaknya dua tahun belakangan ini. 

Cuplikan PPT Materi Estetika

Ya, sebagai seorang anak sastra, ternyata materi filsafat estetika sudah sedikit banyak saya pelajari selama perkuliahan. Utamanya pada matkul Literary Criticism alias matkul Kritik Sastra. Saya pun tidak terlalu asing dengan penjelasan pemateri estetika kali ini yakni Mas Wenang. Perkembangan estetika klasik pra-sejarah, klasik Yunani, modern, kontemporer, hingga post-modern dijabarkan dengan terminologi-terminologi yang familiar di telinga saya. Mulai dari kata mimetik, era romantik, formalisme, hingga penyebutan tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, dan Derrida yang terkait sejarah perkembangan estetika. Sehingga di sini, saya merasa saya cukup diuntungkan dengan background knowledge yang saya punyai. Di materi kali ini pun, saya jadi lebih cepat paham.


Selesai presentasi tentang definisi, aneka terminologi, hingga perkembangan estetika dari zaman ke zaman, Mas Wenang menampilkan sebuah video tentang proses berestetika dari beberapa seniman. Video itu sendiri sebenarnya merupakan cuplikan dari sebuah film berjudul 'Modigliani'. Waktu video diputar, saya sih tidak tahu kalau itu adalah film tentang seorang pelukis besar Eropa. Setelah browsing di rumah, saya baru tahu kalau Modigliani ini adalah salah satu pelukis yang disegani dan punya nama yang tak kalah besar dengan Pablo Picasso. Sebagai tambahan, bagi yang sudah menonton film IT (2017), kalian pasti bakal sadar bahwa salah satu lukisan Modigliani ini sempat jadi 'momok' dari salah satu tokoh filmnya yaitu si Stanley. 

Setelah video selesai, Mas Wenang dan Mbak Dika menjelaskan konteks video bahwa di sana, beberapa pelukis besar sedang mempersiapkan lukisan untuk sebuah kompetisi seni bergengsi. Dan menurut saya sih, proses berestetika yang ditampakkan dalam video tersebut kendati pendek namun dikemas dengan amat dramatis. Kesannya jadi seperti masuk ke alam pikiran para seniman itu, deh. Biar tak penasaran, langsung saja deh putar videonya di bawah ini!

  
Nah, setelah menonton video tersebut, Mas Wenang memberi PR bagi para peserta untuk memaparkan secara singkat bagaimana proses berestetika yang terjadi dalam video itu. Besok, jawaban itu akan dibacakan di depan Mas Wenang dan para peserta yang lain (soalnya masih ada kelas estetika lagi esok hari).

Masih ada lagi PR kedua yakni memikirkan konsep sebuah karya seni dalam bentuk patung, gambar, lagu, atau sebuah puisi. Oh iya, konsep karya seni tersebut nantinya akan dieksekusi dan dipresentasikan esok hari. Bahan-bahan seperti kertas, crayon pastel, dan tanah liat pun disediakan oleh pihak LSFD. Jadi, tidak usah repot-repot pergi ke toko buat beli bahan sendiri.

Berkenaan dengan tugas kedua ini, dalam hati saya langsung ingin tertawa sekaligus merasa miris. Waduuuh, saya langsung membayangkan kalau pasti karya seni saya bakal malu-maluin nih. Dan berhubung tak bisa bikin patung, gambar, atau lagu, ya saya akhirnya memutuskan bikin puisi saja. Lagian, saya juga kan sudah tersertifikasi sebagai anak sastra😎.

Kelas Logika

Kalau tidak salah, kelas Logika yang dipandu Mas Rijal ini dimulai pada sekitar pukul setengah 8 malam. Jadi, terbayang kan kalau mayoritas otak para peserta sudah mulai swirling dan lagging sejadi-jadinya? Bahkan, ketika Mas Rijal bertanya apakah kami semua masih bersemangat, salah satu peserta menjawab kalau kami semua sudah dalam battery-saving mode😅. Saya juga sempat bertanya-tanya kenapa materi logika ini ditaruh terakhir saat otak kami semua pastinya sudah mulai gosong dan bau sangit. Hm, positive thinking saja, mungkin Mas Rijal baru punya kesempatan untuk memberi materi pada jam tersebut hoho.


Walau pun begitu, materi ini sebagian besar tetap bisa saya pahami berkat pembawaan materi yang ringan dan santai dari Mas Rijal. Para peserta pun akhirnya bisa mengenal definisi dan fungsi logika, jenis-jenis logika dan penggolongannya (e.g. logika mayor-minor, logika kodrati-ilmiah), cara berlogika dengan good reasoning, silogisme, hingga proses pembentukan akal budi dari pencerapan pengertian sampai ke penetapan putusan. Para peserta diberikan pula contoh-contoh penarikan logika dengan memahami kebenaran formal dan material-nya.

Seperti biasa, setelah penjelasan berakhir, dibukalah sebuah sesi tanya-jawab. Waktu itu seingat saya ada tiga orang yang bertanya, tapi saya hanya ingat dua pertanyaan saja. Awalnya, saya kira malah tak bakal ada yang bertanya karena wajah-wajah para peserta sudah pada loyo semua😅. Tapi di luar dugaan, ternyata pertanyaaan mereka malah kritis-kritis dan menarik untuk direnungkan lho.

Cuplikan PPT Materi Logika 

Pertanyaan pertama diajukan oleh seorang peserta mahasiswa yang berkuliah di jurusan PAI. Dan benar saja, pertanyaannya mengarah pada persoalan Ilmu Kalam di mana terdapat sebuah hadits yang menyatakan bahwa manusia sejatinya boleh mempertanyakan hal-hal yang merupakan ciptaan-Nya, tapi tidak dengan Sang Pencipta itu sendiri (maaf kalau salah, kurang lebih mungkin seperti itu). Lalu pertanyaannya, bagaimana kita bisa memaknai Tuhan dengan logika? Huhu, asli pertanyaan ini jauh lebih berat ketimbang rindunya si Milea ke Dilan 😟. Sedangkan pertanyaan kedua saya lupa diajukan oleh siapa, tapi pada intinya ia berbunyi: 'kapan sih logika manusia ini bisa tunduk? Dan tunduknya itu karena apa?'

Nah, kalau boleh jujur, berhubung saya sudah agak ngantuk ya pada saat itu (mungkin efek terlalu semangat bermeditasi tadi 😂😂😂), saya sudah lupa-lupa ingat dengan jawaban kedua pertanyaan tersebut. Sedikit yang saya ingat dari jawaban pertanyaan pertama ada hubungannya dengan distingsi antara logika dan keyakinan seseorang. Karena kalau sudah bicara keyakinan itu, memang adalah suatu hal yang logika sudah sulit untuk masuk ke dalamnya. Pasalnya, kita sudah berkomitmen untuk 'percaya dan meyakini' hal tersebut.

Kalau untuk jawaban kedua, seingat saya Mas Rijal menjawab kalau logika itu bakal tunduk ketika didominasi oleh yang namanya emosi. Sebagai contoh, Mas Rijal memberi analogi simpel bagaimana para cowok bakal kerap meminta maaf pada ceweknya meski sebenarnya ia tidak salah. Jadi auto teringat lirik: 'cinta ini~ kadang-kadang tak ada logika~'😂.

Di akhir, Mas Rijal mengungkapkan kalau pelajaran logika tidak akan dicukup dibahas hanya dalam durasi beberapa jam saja. Jadi, kalau mau belajar lebih jauh, Mas Rijal membagikan beberapa referensi buku bacaan seperti 'Logika' oleh Benyamin Molan dan 'Dasar-Dasar Logika' oleh Sumaryono. Di buku modul 'Filsafat untuk Siapapun' oleh LSFD juga bakal banyak dibahas lagi kok materi logika ini.

Kesimpulan Kelas Residensi I    

Mungkin kedengarannya berlebihan— tapi, baru kali ini saya mengalami begitu banyak momen 'wow' hanya dalam jangka waktu kurang dari sehari. Momen-momen 'wow' tersebut mencakup tentang betapa banyaknya unsur ketidaktahuan yang saya miliki, tentang bagaimana saya kerap acuh bahwa dari masa ke masa— dunia selalu berkembang dan berdialektika, serta bagaimana saya tidak seharusnya dengan naif menganggap logika saya senantiasa benar.

(source)
Kalau ditanya capek tidaknya mengikuti kelas ini, saya rasa sih lebih ke 'tidak' ya. Sebab ini adalah hal yang saya suka. Malah rasanya, waktu berjalan cepat sekali😂. Rasanya seperti nostalgia saat saya dulu les bahasa inggris di sebuah lembaga les favorit saya, di mana durasi les selama dua jam serasa hanya lima menit karena metode pembelajarannya yang fun dan saya memang suka dengan pelajaran bahasa Inggris😄.

Sehingga kesimpulannya, saya senang dan mendapat banyak pelajaran berharga di kelas residensi pertama ini. Pada saat itu, saya juga langsung tak sabar ingin segera esok hari untuk melanjutkan kelas dan berjumpa dengan teman-teman sekelas lagi haha (astaga, saya bak anak TK yang baru masuk sekolah hari pertama wkwk😅).

Untuk keseruan kelas residensi di hari kedua, mungkin konsep artikelnya juga akan dibagi menjadi dua bagian seperti ini lagi biar tak kepanjangan. Sekali lagi, terima kasih ya sudah membaca! Sampai bertemu di artikel berikutnya! Stay curious!
Share:

0 comments:

Post a Comment