---- LANDJOED ----
Sama seperti kemarin, setelah kelas meditasi maka terbitlah waktu ishoma dan makan-makan🍚🍴. Acara makan-makan kali ini lebih seru karena para peserta sudah lebih saling mengenal. Bahkan, di tengah sesi makan-makan, si Ika, Mas Rijal, dan beberapa peserta lainnya kompak main musik dan nyanyi-nyanyi bareng (suara Ika ternyata merdu sekalee🎶). Serasa bersantap sambil mendengarkan live music, deh. 😄
![]() |
(source) |
Kelas Etika
![]() |
(source) |
Tentang materi etika, sebenarnya saya sih jujur tidak tertarik-tertarik amat. Maklumlah, saya ini orangnya agak risih dan gampang bosan kalau bahas yang formal-formal macam etika ini. Tapi, saya sendiri sadar sih kalau materi ini penting karena saya adalah makhluk sosial yang harus saling menghargai dan bermoral pada sesama. Jadilah saya mendengarkan dengan seksama penjelasan-penjelasan ringan dari Mas Yogi.
![]() |
Cuplikan PPT Kelas Etika |
Etiket itu lebih cenderung pada tingkah laku sopan santun yang disetujui oleh suatu golongan. Contohnya seperti di Jawa, kalau yang jauh lebih muda bertemu dengan yang lebih tua atau lebih berkedudukan, maka ya etiket-nya wajib cium tangan. Dan etiket di setiap tempat atau golongan itu bisa berbeda-beda. Sedangkan kalau etika itu adalah nilai moral yang ada di setiap manusia. Bisa jadi universal.
![]() |
Cuplikan PPT Kelas Etika |
Etika pun dibagi ke etika teologis dan etika deontologis. Etika teologis bakal merujuk ke aliran hedonisme (hidup untuk mencapai kesenangan), Eudaimonisme (hidup untuk menjadi well-being), dan Utilitarianisme (hidup untuk mencapai general good, welfare of humankind). Kalau Deontologis, moral itu lebih didasarkan pada tujuan atau peraturan. Jenis etika ini bakal erat referensinya pada Immanuel Kant dan teori Categorical Imperative-nya. Lalu, bagi kalian yang sudah pernah baca tentang teori etika ala Kant, ya pasti tidak asing dengan The Trolley Problem kan? Nah, maka pada kelas ini juga Mas Yogi memantik diskusi tentang problema ini di kelas.
Oh iya, setelah itu Mas Yogi pun sempat memperlihatkan trailer film yang punya unsur etika kuat berjudul A Taxi Driver. Film ini adalah sebuah film Korea Selatan yang menceritakan kisah seorang supir taksi miskin yang hidupnya berubah setelah mengantarkan seorang wartawan asing ke daerah konflik (at least, itu sih yang saya tangkap dari trailer film yang ditunjukkan). Saya belum nonton filmnya tapi asli tertarik banget karena ceritanya tentu menarik dan pemain utamanya adalah aktor Korea kawakan favorit saya, Kang-Ho Song (saya masih terkesima banget dengan aktingnya di Parasite kemarin omg💖).
Untuk kesimpulan kelas etika ini, tentu saja sangat membuka wawasan saya tentang banyak perspektif permasalahan hidup yang ada di sekitar kita. Tentang bagaimana seharusnya kita lebih menghormati sesama, mengutamakan serta tidak mengesampingkan HAM pada setiap orang, dan sebagainya. Lumayan deh untuk bekal saya lebih bermoral dan beretika di masa depan hehe.
Kelas Estetika II
![]() |
(source) |
Eitsss, sebelum lanjut ke kelas estetika, Mas Ricky tiba-tiba memberikan beberapa lembar kertas untuk dibagikan pada para peserta. Siapa sangka, ternyata ada kuis dadakan😱. Matilah saya, saya auto tidak percaya diri. Ada empat buah pertanyaan yang wajib dijawab pada kertas tersebut; yakni, siapa dua nama filsuf yang kerap muncul selama dua hari residensi, seperti apa ciri filsafat dari kedua filsuf tersebut, apa pelajaran yang bisa dipetik dari filsafat kedua filsuf untuk hidupmu, dan materi filsafat mana yang diajarkan selama residensi yang menjadi materi favoritmu (disertai satu kata untuk mendeskripsikannya).
Berhubung saya malas nulis jawaban panjang-panjang (kebiasaan dari kuliah yang masih belum hilang lol), ya saya tulis jawabannya secara singkat-singkat saja. Secara berurutan, saya menjawab Plato dan Aristoteles, Plato cenderung moralis dan Aristoteles itu empiris, saya harus jadi orang yang bijak dan logis, dan metafisika (melampaui). Saya sempat melirik ke arah teman-teman yang lain, dan mereka jawabannya nampak panjang-panjang sekalee. Hm, ya sudahlah ya, bodo amat😜.
Kalau sudah selesai menjawab, peserta disuruh mengumpulkan jawabannya ke Mbak Dika yang sudah menunggu di halaman depan galeri bersama Mas Wenang. Oh iya, jangan lupa untuk mengumpulkan karya seninya juga ke Mas Wenang. Saya pun mengumpulkan jawaban kuis di urutan kedua. Wah, langsung segar juga rasanya keluar dari galeri dan menikmati udara malam.
![]() |
(source) |
Ya sudah, saya maju saja dan langsung menyampaikan pendapat saya tentang video tersebut (kalau mau tahu videonya, ada di artikel sebelumnya yaa). Kurang lebih, opini saya bunyinya seperti ini: penciptaan sebuah kreasi atau karya seni memang memiliki cara dan menampilkan objek yang berbeda-beda, namun ada dua hal yang menyamakan proses penciptaan atau proses berestetika. Pertama adalah bagaimana karya seni yang berbeda-beda tadi sama-sama merupakan hasil ekspresi diri termurni dari sang seniman dengan segala subjektivitasnya. Dan yang kedua adalah, dalam proses berestetika selalu ada yang namanya jatuh bangun (di dalam video ditandai dengan peristiwa banting kanvas, sampai menenggak alkohol, dll), tapi justru dari momen itulah para seniman sama-sama mendapatkan momen katarsisnya, momen di mana karya seni yang diciptakan akhirnya mendapatkan ide dan eksekusi utuhnya yang sejati.
Pfuhh, lega juga setelah memaparkan opini saya yang masih jauh di bawah opini teman-teman lainnya tersebut😅. Setelah itu, baru deh satu-persatu peserta presentasi hasil karya seni mereka masing-masing. Semuanya kebagian untuk maju, kok. Ada yang karyanya sarat makna seperti mengundang kritik sosial atau melambangkan pencarian eksistensi diri. Hingga, ada juga karya seni yang sarat guna seperti milik salah seorang peserta yang membuat asbak karena di tempat kos-nya tidak ada asbak😅. Kalau punya saya kebetulan adalah sebuah puisi Bahasa Inggris yang saya buat sekitar dua tahun lalu untuk hadiah ulang tahun diri saya sendiri. Kenapa memilih puisi tersebut? Ya, soalnya saya malas saja mau membuat karya yang baru wkwk.
![]() |
Mas Wenang dan Pak Bambang |
![]() |
Maaf Narsis wkwk (source) |
![]() |
Notes, Buku Modul, dan buku Matinya Metafisika Barat |
Lebih bahagianya lagi, hadiah tersebut adalah buku filsafat! Kalau kalian sudah baca artikel saya yang ini, maka kalian pasti bisa tebak betapa senangnya saya dapat hadiah tersebut. Kebetulan, saya juga dapat buku tentang metafisika dengan judul Matinya Metafisika Barat oleh Donny Gahral Adian. Saya bersyukur sekali mendapatkan buku ini karena saya suka metafisika dan masih perlu banyak belajar lagi soal cabang filsafat yang satu ini. Sudah begitu, buku ini diterbitkan oleh penerbit indie bernama Komunitas Bambu, yang mana pasti bakal sulit untuk menemukan buku-buku terbitannya di toko-toko buku besar. Ketiganya, siapa sih yang tidak girang kalau tiba-tiba diberi buku bagus nan gratis?!?! (hehe)
![]() |
Uwu (source) |
Kesimpulan Kelas Residensi II
Kelas residensi II memang bukan titik akhir dari rangkaian kelas filsafat dasar LSFD 2019 ini. Tapi, ada secercah perasaan sedih karena kelas 'intensif' ini telah usai. Namun begitu, tentu saja masih lebih banyak perasaan bahagianya karena ini baru titik awal dari petualangan belajar filsafat saya bersama para peserta lainnya. Masih ada banyak pertemuan lagi yang mencakup FGD hingga kelas filsafat reguler seperti kelas filsafat Yunani klasik, filsafat Barat modern, filsafat Post-modern, filsafat Timur, filsafat kritis, hingga filsafat ilmu dan filsafat sosial politik. Apalagi pematerinya tidak hanya datang dari anggota LSFD saja tapi juga dari kalangan pemuka agama hingga profesor filsafat juga😍.
Oh iya, bagi beberapa dari kalian, mungkin momen semacam ini sangatlah biasa atau bahkan tidak menarik sama sekali. Tapi, bagi saya, momen seperti inilah yang sanggup bikin saya over the moon dan pasti masuk dalam daftar momen hidup tak terlupakan😊.Pokoknya, saya wajib memaksimalkan semua kesempatan saya sampai kelas filsafat dasar ini berakhir karena nanti, kalau saya sudah mulai kerja (kantoran), bakal susah untuk ikut kegiatan-kegiatan seru dan bermanfaat seperti ini lagi.😔
Untuk para pembaca, seperti biasa, semoga ada manfaat yang bisa diambil walau hanya sedikit dari seri artikel impresi kelas filsafat dasar ini. Untuk FGD dan kelas filsafat reguler, saya masih belum bisa memastikan bakal membuat artikelnya atau tidak (karena kalau ditotal ada lebih dari 12 kali pertemuan dan pasti bakal kepanjangan😅). Tapi, kalaupun ada yang mau tanya-tanya lebih banyak soal pelaksanaan kelas filsafat dasar ini sampai akhir, feel free to ask me anytime!😊
Saya pun berharap seri artikel ini bisa sedikit banyak menyalakan semangat para pembaca untuk tertarik atau lebih semangat lagi dalam belajar filsafat. Pasalnya, meski ia kerap di-label-i sebagai sebuah ilmu 'langit' alias ilmu 'tingkat tinggi', namun pada kenyataannya ia justru sangat dekat dengan kehidupan dan akan terus relevan hingga akhir hayat kita nanti😊. Kalau kalian adalah orang yang ingin dan hobi membongkar banyak hal, kalian pasti tidak akan menyesal belajar filsafat. Akhir kata, menyalin dari motto yang dijunjung oleh LSFD, ex philosophia claritas!
0 comments:
Post a Comment